Serunya Ritual Pre Wedding

02Jun09
Serunya Ritual Pre Wedding

Serunya Ritual Pre Wedding

Sesi pemotretan pre wedding kini tampaknya menjadi salah satu bagian pernikahan yang wajib dilakukan. Inilah kisah Davit, Meylani, dan Siska ketika menjalani ritual ini.

Kembali ke masa kecil

Pasangan Davit Agus Susanto (29) dan drg Indy Labaron (28) mendapat rekomendasi dari temannya untuk memakai jasa Arment & Co untuk foto-foto pre wedding mereka. Dengan alasan unik, pasangan dokter gigi ini pun memilih tema pedesaan plus foto studio dengan busana pengantin.

“Kami harus mencari properti untuk pemotretan dengan tema pedesaan. Saya harus cari topi caping dan kaus oblong. Kaus oblongnya pun harus merek tertentu. Soalnya, warnanya lebih kena,” kata Davit yang juga harus mencari senapan angin. Properti lain seperti sepeda onthel sudah disediakan pihak Arment.

Lokasi pemotretan di kawasan Puspitek, Serpong, yang masih banyak memiliki areal persawahan. Kebetulan, Davit besar di Malang dan sempat menikmati suasana pedesaan saat kecil. “Dulu, rumah orangtua saya dekat sawah. Jadi, saya malah serasa kembali ke masa kecil. Beda dengan Indy yang besar di Jakarta,” kata Davit yang menyempatkan turun beneran ke sawah. Pemotretan berlangsung bulan Agustus 2007, dan resepsi pernikahan dihelat bulan Oktober 2007.

Demi memperoleh efek terbitnya matahari, “Kami sudah siap sejak sebelum matahari terbit. Kata orang-orang di sana tidak setiap saat matahari muncul. Kami termasuk beruntung karena akhirnya matahari nongol, bagus banget,” kata Davit. Untuk semua itu, Davit dan Indy menghabiskan biaya sekitar Rp 5 jutaan. “Kebetulan waktu itu sedang ada program diskon,” lanjut Davit yang mengaku puas dengan hasilnya.

Cek cuaca

Pasangan Meylani Maneke (25) dan Gandhi Yudhamurti (32) memiliki pengalaman mengesankan saat sesi pemotretan pre wedding di Pulau Bidadari, Kepulauan Seribu, Jakarta, akhir tahun silam, tepatnya tanggal 1 Juni 2007. “Waktu itu kami memang ingin foto-foto pre wedding dengan konsep pantai. Setelah berdiskusi, akhirnya pilihan jatuh ke Pulau Bidadari, soalnya dekat, cuma 30 menit dari Ancol,” kata Meylani yang memilih Lili Aini Photography.

Untuk busana pemotretan, Meylani memilih busana kasual dan gaun pengantin. “Waktu itu cuaca sedang tidak menentu, pokoknya tidak mendukung untuk menyeberang ke Pulau Bidadari. Ombak masih tinggi,” lanjutnya. Jadi, sejak beberapa hari hingga sebelum keberangkatan, Indy dan rombongan selalu mengecek cuaca lewat prakiraan cuaca BMG. “Takut juga sih, tapi Mbak Lili rajin mengontak pihak Pulau Bidadari untuk mengetahui apakah cuaca sudah memungkinkan kita berangkat ke sana.”

Syukurlah, tanggal 1 Juni itu cuaca oke-oke saja. “Akhirnya, kami pun berangkat. Jumlah rombongan kalau nggak salah sekitar 7 orang,” lanjut Meylani yang menikah tanggal 3 November 2007. Pemotretan pun berlangsung seru selama seharian. “Kebetulan, Mbak Lili membawa serta teman-teman fotografer. Ia minta izin boleh enggak dipotret rame-rame. Saya pun oke saja.”

Ternyata, lanjut Meylani, “Jadinya malah seru, heboh. Pokoknya, hasilnya memuaskan,” lanjut Meylani yang menghabiskan sekitar Rp 3,5 juta untuk foto-foto pre wedding-nya .

Murah tapi unik

Ingin pre wedding tapi dana cekak? Barangkali bisa mengikuti cara Fransiska Rismartanti (34). Waktu itu, “Mau pre wedding tapi dananya terbatas. Jadilah, demi menekan biaya, saya minta tolong temen-temen yang motret. Gratisan,” kata Siska.

Kebetulan, Siska bergabung dalam satu milis pehobi fotografi dengan teman-teman sekantornya. “Kami hobi motret dan sering hunting bareng. Kami menawarkan, siapa yang mau pre wedding tapi dananya terbatas, sama kami gratis. Paling sediain makan siang saja. Pokoknya proyek tenkyu lah he-he,” lanjut Siska yang cuma menghabiskan dana tak lebih dari Rp 500.000 untuk pre wedding-nya itu.

Karena waktunya terbatas, Siska memilih tema kasual. “Lagi pula, waktu itu saya memang belum tahu soal tema-tema. Ya sudah, pilih kasual plus busana nasional saja.” Sebagai lokasi, dipilih Lapangan Monas dan Taman Surapati, Menteng. “Yang motret 10 orang, rame-rame. Amatir bangetlah pokoknya, tapi malah unik meskipun hasilnya kurang memuaskan juga,” kata Siska yang masih berniat membuat foto-foto after wedding yang bertema.

Dari pengalamannya, Siska merekam banyak kendala di lapangan bagi para fotografer amatir. “Waktu itu make up berantakan, pengarah gaya enggak ada, pokoknya asal gaya. Tema juga asal ada. Jadi, sekarang, setiap kali motret lagi harus ada make up, pengarah gaya, dan tema. Supaya enggak blank dan tidak melenceng dari tema, biasanya di-briefing dulu sebelum pemotretan,” kata istri dari Teddy Leuwol (44) ini.

Soal briefing ini, Siska punya cerita, “Saya pernah motret pre wedding teman, tapi yang dipotret enggak mau diatur. Waktu itu temanya 70-an. Saya sudah bikin story board segala, eh calon pengantinnya enggak mau diarahkan, he-he. Hasilnya, ya jauh dari harapan,” katanya.

Sumber : nova