Menikah Tak Perlu Mahal

02Jun09
Menikah Tak Perlu Mahal

Menikah Tak Perlu Mahal

Raut muka Jamaludin seperti pakaian yang belum disetrika: kusut dan kusam. Sembari memegang pensil dan selembar kertas, dia sibuk membuat perhitungan biaya pesta pernihakan. Maklum, dua bulan lagi pria asal Cianjur, Jawa Barat, ini akan menyunting seorang gadis pujaan hatinya, Ningsih, asal Sukabumi.

Yang membuat Jamaludin muram, bukan karena sang calon mempelai membatalkan pernikahan atau orang tuanya menolak, melainkan fulus yang ada di tangannya terbatas. Sembari memegang kepala, dia menatap buku tabungan dengan saldo terakhir Rp 30 juta. Padahal Jamaludin sudah janji akan membuat pesta nikah kepada kerabat dan teman-temannya.

Menurut Leni, perencana pernikahan dari Moyo Cards, keterbatasan dana yang dialami Jamaludin bukan penghalang calon pengantin untuk melaksanakan pesta pernikahan. “Anggaran yang diperlukan dalam pernikahan bergantung pada konsep yang diinginkan,” ujarnya yang ditemui pada pameran “Grand Wedding Expo IV 2005” beberapa waktu lalu. Dia menyatakan, biaya standar untuk melangsungkan pesta pernikahan di Jakarta rata-rata Rp 35-40 juta.

Leni menjelaskan, biaya terbesar untuk melangsungkan pesta pernikahan adalah untuk konsumsi undangan. “Jadi bergantung pada undangannya,” katanya. Menurut dia, dengan biaya rata-rata Rp 35-40 juta tamu yang bisa diundang sekitar 300 orang.

Saat ini, kata Leni, tren yang berkembang, para calon pengantin menginginkan pesta pernikahan yang simpel dan tidak ribet. “Sekarang gebyok (hiasan di belakang pelaminan berupa ukiran kayu, biasa digunakan dalam adat Jawa) saja sudah jarang digunakan, apalagi gebyok yang lengkap,” ungkapnya. Para pasangan lebih senang konsep tradisional digabungkan dengan nuansa modern. “Calon pengantin hanya mempertahankan pakem-pakem adat, sedangkan untuk yang bisa tidak dipakai akan dihilangkan.”

Leni menjelaskan, konsep kembali ke alam (back to nature) masih diminati masyarakat, dengan mengandalkan ornamen etnik, ranting-ranting, dedaunan, bambu untuk menggambarkan nuansa pedesaan. Adapun tren warna untuk undangan cenderung digunakan warna hitam. “Tapi untuk busana tren sekarang tidak hanya putih, tapi warna-warna pastel, salem, atau biru muda.”

Idealnya, kata Leni, rencana pernikahan dilakukan sekitar satu tahun. Paling mepet sekitar enam bulan untuk menyusun konsep pernikahan. Dia mengungkapkan, di Moyo Cards, pernikahan harus dipikirkan secara mendetail. Masyarakat umumnya memandang remeh soal kartu undangan yang akan digunakan. “Padahal undangan sangat penting karena bisa menggambarkan kemewahan dalam pesta,” ujarnya. Untuk itu, warna kartu undangan harus disesuaikan dengan warna busana, upacara adat, dan ornamen yang akan digunakan.

Sementara itu, Agustino dari perencana pernikahan Planner Wedding Organizer and Consultant, mengatakan, pihaknya melayani dan mengkoordinasikan keperluan klien. Mulai rencana pernikahan, konsep, hingga menentukan tema yang tepat. “Kami urus semua, mulai gedung, makanan, tata rias, foto, undangan, kue, sampai saat dia fitting baju,” katanya. Konsep resepsi tidak terlepas dari karakter si pengantin masing-masing, karena yang diperlukan adalah kepuasan pengantinnya.

Agus menambahkan bahwa pengorganisasian pernikahan tidak hanya mengurusi resepsi pernikahannya. “Tapi kami ikut mengurusi jauh sebelum pernikahan, termasuk mengurus kelengkapan surat-surat pernikahan, ke catatan sipil atau Kantor Urusan Agama,” ujarnya.

Menurut dia, waktu yang pas untuk mempersiapkan pernikahan adalah setahun sebelumnya. Sebab, masalah yang cukup sulit dalam pernikahan adalah mencari gedung yang bisa dipakai. “Umumnya pasangan ingin mengadakan pernikahan di tempat yang strategis.”

Mengenai tren tahun ini, Agus mengatakan, para calon pengantin menginginkan konsep minimalis. “Pasangan sekarang tidak suka dengan kesan ribet dalam resepsi. Mereka berusaha untuk dekat dengan tamunya dan tidak ada kesan formal,” ungkapnya.

Keberadaan perencana pernikahan ternyata sangat membantu Rizal yang tinggal di Tebet, Jakarta Selatan, ketika mengunjungi pameran yang digelar Panorama Convex. Sebentar lagi dia akan melepas masa lajangnya dan ingin menyelenggarakan pesta dengan dana terbatas. Dengan dana Rp 30 juta dia menginginkan, “Ritual sesuai dengan adat Jawa.” Dia berharap ada perencana pernikahan yang dapat membantu memperlancar cita-citanya: menikah.

Fetti Fadliah dari Panorama Convex mengatakan, sulitnya membuat pesta sesuai dengan anggaran membuat pihaknya menggelar pameran pernikahan. “Kami menyadari bahwa proses pernikahan memerlukan saran atau tanggapan dari keluarga,” katanya.

Namun, Sally yang rajin melihat pameran pernikahan, tidak melihat adanya jasa penyewaan kendaraan untuk calon mempelai. Padahal, kata dia, kendaraan merupakan salah satu bagian penting dalam merayakan pesta pernikahan.

Kini wajah Jamaludin tak lagi muram. Senyum mengembang mulai menghias wajahnya. “Saya ingin yang minimalis aja, deh untuk pesta nanti, sesuai dengan isi tabungan,” ujarnya sembari menatap foto Ningsih, sang kekasih.

Sumber : ali ny/deni mubkar